Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

Lampe Berger And Estebel

Lampe Berger  And Estebel

MENU

Senin, 11 Februari 2008

Mendeteksi dan Mencegah Penyakit Influensa

WHO menyatakan bahwa awal tahun 2006 ini merupakan saat terdekat terjadinya pandemi flu sejak pandemi terakhir tahun 1968.
Data yang ada menunjukkan bahwa wabah infeksi H5N1 hanya kurang satu syarat lagi untuk menjadi ”calon” pandemi, yaitu belum ditemukan bukti penularan antarmanusia di masyarakat.
Pengalaman masa lalu, pandemi tahun 1918, misalnya, menunjukkan bahwa korban manusia dapat sampai puluhan juta orang. Sementara itu, serangan SARS tahun 2003—kendati tidak merupakan pandemi—punya dampak ekonomi, sosial, bahkan politik yang amat berarti. Artinya, kalau memang akan terjadi pandemi influenza, dampaknya akan sangat luas dan mengenai berbagai segi kehidupan masyarakat.
Harus diakui bahwa flu burung merupakan salah satu kemungkinan penyebab pandemi influenza, dan tugas kita sekarang adalah bagaimana mendeteksinya, sedapat mungkin mencegahnya atau setidaknya meminimalisasi dampak buruknya.
Lebih menguntungkan
Kalau bicara menghadapi kemungkinan pandemi, sebenarnya keadaan kita kini jauh lebih baik daripada masa lalu. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasarinya.
Pertama, kini—sejak akhir tahun 2003—kita seakan telah mendapat warning dengan jatuhnya kasus flu burung pada manusia, yang sampai Februari 2006 telah terjadi pada 169 pasien di 7 negara, 91 di antaranya meninggal dunia.
Pada saat pandemi yang lalu tidak ada warning seperti ini, pandemi tiba-tiba saja datangnya. Dengan adanya warning, seyogianya persiapan dapat dibuat lebih baik dan diharapkan korban tidak jatuh terlalu banyak seperti di masa lalu.
Kedua, pada saat ini belum ditemukan bukti adanya penularan antarmanusia di masyarakat dari virus H5N1, sementara virus influenza penyebab pandemi influenza yang lalu memang sejak awal telah menyebar antarmanusia dengan mudah.
Tentu saja hal ini secara teoritis mungkin saja berubah di masa datang. Setidaknya ada dua teori perubahan yang terjadi.
Pertama, yang banyak dibicarakan, adalah kalau virus H5N1—yang menyebabkan sekitar 50 persen kematian pada manusia tetapi untungnya tidak menular antarmanusia—bertemu dan ”bercampur” dengan virus influenza manusia biasa, katakanlah H1N1 yang memang tidak mematikan tetapi amat mudah menular antarmanusia.
Nah, kalau H5N1 dan H1N1 ini ”bercampur” jadi satu dan membentuk virus subtipe baru, maka sang virus baru ini akan mematikan seperti H5N1 dan mudah menular seperti H1N1, inilah yang amat berbahaya, inilah yang harus diwaspadai dan masalah inilah yang harus dicegah.
Sementara itu, teori perubahan kedua adalah terjadinya perubahan secara bertahap, sedikit demi sedikit dari virus H5N1 sehingga kemudian bermutasi dan dapat menular antarmanusia serta tetap mematikan seperti sekarang ini.
Di pihak lain, hal menguntungkan yang ketiga adalah sudah mulai dilakukannya berbagai penelitian ilmiah di bidang epidemiologis, terapi, dan vaksin di bidang flu burung. Memang hingga kini belum ada vaksin yang definitif, tetapi setidaknya jalan ke arah ditemukannya vaksin sudah tampak dan sudah pula dilakukan penelitian pada manusia di beberapa negara. Artinya, kalau nanti benar-benar ada ancaman pandemi influenza, mudah-mudahan sudah ada vaksin yang tersedia.
Analisis situasi
Setidaknya ada enam hal yang kini nyata dihadapi dunia, termasuk juga Indonesia tentunya.
Kita harus mengenal keenam hal ini dan membuat persiapan dalam menghadapinya.
Pertama, suka atau tidak suka, semua pihak harus menyadari bahwa memang ada risiko besar akan terjadi pandemi influenza.
Kedua adalah kenyataan bahwa ancaman pandemi ini ternyata menetap. Hal ini terjadi karena wabah flu burung di binatang masih akan terus ada, bahkan yang tadinya hanya di Asia kini sudah ke Timur Tengah dan Eropa. Artinya, potensi sumber penularan dari binatang ke masyarakat masih ada dan tampaknya belum terlihat tanda berkurang, bahkan tambah meluas.
Ketiga, kita tidak dapat secara pasti memprediksi pola mutasi yang ada pada virus influenza H5N1 dan juga jenis virus influenza lainnya. Apalagi infeksi tidak hanya terjadi di unggas, tetapi mungkin juga terjadi di binatang lain, seperti babi, kucing, macan, ikan, dan juga manusia. Bagaimana perubahan yang terjadi di masa datang tak sepenuhnya bisa ditata secara ilmiah dan banyak sekali yang terjadi secara alamiah belaka dan sulit diketahui arahnya.
Keempat yang terjadi adalah sulitnya membangun early warning system. Banyak faktor yang berperan di sini, antara lain begitu luasnya orang yang memelihara unggas dan tidak mungkin semua ayam dibunuh guna menghindari penyebaran. Dari kacamata manusia, maka diagnosis dini juga sulit dilakukan dan diagnosis pasti pun butuh alat laboratorium canggih (kultur virus, PCR, serologi ketat, dan lain-lain).
Kelima, yang kita hadapi adalah soal pencegahan. Seperti dibahas di atas, vaksin masih dalam penelitian, sementara itu obat antivirus ternyata ketersediaannya di dunia juga terbatas, bahkan perlu dicari obat baru yang lebih ampuh lagi.
Keenam, kalau-kalau saja pandemi betul-betul terjadi— mudah-mudahan tidak terjadi—dunia akan dihadapi dengan keterbatasan kemampuan pelayanan kesehatan untuk menangani tambahan jutaan kasus pasien.
Dalam keadaan ”normal” seperti sekarang saja kita masih sering mendengar berbagai keluhan tentang pelayanan kesehatan. Kalau ada pandemi, tentu kalangan kesehatan di dunia akan mendapat tantangan kerja yang amat berat
Virus ”novel”
Yang banyak ditanyakan orang adalah kapan kira-kira pandemi akan terjadi. Saat ini memang tidak ada orang yang dapat menjawab dengan pasti.
Indonesia kini ada dalam stadium 3 pandemi, suatu keadaan yang menunjukkan telah ditemukan infeksi pada manusia akibat H5N1 tetapi tidak ada penyebaran manusia ke manusia atau kalau toh ada hanya terjadi pada keluarga/kontak yang amat dekat saja.
Kita tidak tahu apakah situasi Indonesia akan makin memburuk ke stadium 4, 5, dan 6 (pandemi luas) atau justru membaik ke stadium 2 di mana tidak ada korban manusia lagi.
Untuk mendeteksi dini kemungkinan pergeseran ke stadium 4 menuju ke arah pandemi ada beberapa langkah yang dapat dilakukan.
Pertama, tentu melihat perluasan penyakit di masyarakat, seperti adanya ”wabah” penyakit saluran napas yang tidak diketahui sebabnya di satu desa atau daerah.
Kedua, kalau cluster yang sakit makin meluas, bukan hanya dua atau tiga orang seperti sekarang ini.
Ketiga, kalau ditemukan virus ”novel”, yaitu virus baru, katakanlah, misalnya, suatu virus yang dindingnya berasal dari virus flu burung dan bagian dalamnya adalah virus manusia.
Kewaspadaan harus amat ditingkatkan kalau si virus ”novel” ini ternyata kemudian menular ke lebih dari lima orang dan atau dari satu orang (primary case) menular ke beberapa orang sekaligus (secondary case) dan masing-masing kemudian menulari lagi ke orang lain (tertiary case).
Kalau hal-hal di atas ditemukan, maka itu merupakan deteksi dini bahwa kita akan segera memasuki stadium 4 di mana ditemukan cluster sekitar 25 orang di suatu tempat yang sama-sama menderita flu burung dalam kurun waktu dua minggu.
Pada fase ini juga ditemukan beberapa pasien di berbagai lokasi yang jatuh sakit tanpa jelas-jelas ada riwayat kontak dengan unggas yang sakit sehingga diduga merupakan penularan antarmanusia. Kalau sudah stadium 4, ancaman pandemi sudah benar-benar di pelupuk mata!
Langkah strategis
Untuk bersiap dan mencegah terjadi pandemi, ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan.
Pertama, dan sangat penting, adalah harus terbina kerja sama antara kalangan kedokteran dan peternakan/kedokteran hewan. Setiap kegiatan harus dibahas dan berjalan bersama sehingga memberikan hasil maksimal dan jangan salah menyalahkan satu dengan lainnya.
Harus ada upaya bersama untuk menemukan kasus, baik pada hewan maupun manusia. Artinya, kalau ada laporan kenaikan kasus pada hewan, petugas kesehatan harus mewaspadai kemungkinan kasus juga pada manusia.
Langkah strategis kedua adalah harus dibina komunikasi yang intens ke masyarakat. Untuk perkotaan, hal ini perlu untuk menghindari kepanikan publik. Sementara itu, di daerah rural hal ini perlu utamanya untuk menjangkau peternak skala menengah dan kecil yang berjumlah jutaan orang.
Hal ketiga adalah meningkatkan ilmu virologi sehingga mampu mendeteksi perkembangan virus di masyarakat dan di lingkungan secara lebih mendalam. Dalam hal ini perlu diingat bahwa kegiatan surveilans biasa mungkin tidak memadai, harus lebih giat, terencana baik dan bersifat ”jemput bola” serta tidak hanya menunggu kalau ada masalah saja.
Langkah penting keempat adalah upaya meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi dan mengobati kasus pada manusia. Untuk ini perlu dibuat algoritme klinik yang jelas, cukup sensitif dan spesifik, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Algoritme diagnosis dan penanganan kasus ini kemudian disebarluaskan agar seluruh petugas kesehatan di pelosok mana pun dapat menerapkannya di lapangan.
Hal kelima yang penting adalah prioritas politik untuk penyediaan obat dan alat kesehatan untuk pencegahan dan penanganan kasus. Ini mudah diucapkan, tetapi sulit dilakukan.
Bila kasus belum kelihatan, pasien dan kematian belum banyak dan belum meresahkan, sering kali sumber daya diberikan ke sektor lain dan sektor kesehatan hanya dapat sedikit saja.
Kalau kita bicara persiapan menghadapi pandemi, walau pandemi belum terjadi seperti sekarang ini, maka sumber daya dan sumber dana untuk kesehatan harus mendapat prioritas penting sejak sekarang. Semua pihak harus bekerja keras. Kita tidak bisa hanya bereaksi business as usual. Semua pihak harus proaktif demi kepentingan kita bersama.*
(Source:by Ikabi, Dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), DTM&H, MARS Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI/ RS Persahabatan)

Read More......

iPods Bikin Telinga Berdengung

Musik salah satu cara pendongkrak semangat, musik membuat hidup lebih hidup, tapi apa jadinya jika musik bikin telinga berdengung? Tentu bukan musik yang bikin telinga 'ngungung', tapi perilaku kita mendengarkan musik yang membuat pendengaran jadi tak tajam lagi.
Para peneliti di Australia menemukan sekitar seperempat pengguna iPods mengalami gangguan pendengaran. iPods mania atau pemakai portable music players lainnya sering beresiko mengalami kenaikan telinga berdengung (tinnitus) atau masalah pendengaran lainnya, kecenderungan ini lebih banyak dijumpai pada pengguna iPods yang gila-gilaan memutar volume iPods-nya.
National Acoustic Laboratories di Sydney meminta para responden mendengarkan musik dengan volume sebanding dengan perangkat bermesin motor (ie: mesin bor). Para peneliti menemukan bahwa tingkat dengungan (tinnitus) akan meningkat karena pendengaran tak bisa lagi mengadopsi kebiasaan normal telinga mereka.
Penelitian tersebut mencatat sekitar 25 persen responden cenderung mendengarkan iPods ataupun portable musik lainnya dalam kapasitas 'bising' sebanding dengan tingkat kebisingan suara-suara pada alat pemotong rumput maupun perangkat bermesin motor, dengan rata-rata intensitas diatas 85 decibels.
Dalam ukuran normal, orang dengan pendengaran normal audiogram-nya terletak antara 0 sampai 20 decibels, lebih dari 30 decibels dengan rentangan sampai 100 desibel berarti ada gangguan pendengaran.
Ukuran intensitas pendengaran normal dicatat dalam bentuk audiogram, dimana audigram yang terletak antara 30 sampai 40 decibels termasuk gangguan ringan. Dari 40 sampai 60 decibels termasuk skala sedang. Antara 60 sampai 90 desibel sudah berat. Sebagai gambaran, bunyi mesin bor jalanan sama dengan 100 desibel. Mesin pesawat terbang 120 desibel. Sedang ruangan yang tenang kira-kira sekitar 30 sampai 40 desibel.
"Menikmati alunan musik disco, menghadiri pesta dansa, bekerja di pabrik, mendengarkan musik sambil berkendara atau hanya mendengarkan musik didalam kamar, apapun kondisinya jika mengganggu telinga hal tersebut sudah termasuk kategori 'kebisingan'," ujar Professor Harvey Dillon, penggagas penelitian. "Akan lebih baik jika mendengarkan musik dalam frekuensi normal, mungkin gangguan ini tak tampak dalam waktu dekat namun tak menutup kemungkinan memicu gangguan yang lebih berat beberapa tahun mendatang," tambah Prof. Dillon. (sky/rit)( source; Ikabi)

Read More......

Kenali Kanker Payudara

Kanker payudara adalah kanker pada jaringan payudara. Ini adalah jenis kanker paling umum yang diderita kaum wanita. Kaum pria juga dapat terserang kanker payudara, walaupun kemungkinannya lebih kecil dari 1 di antara 1000. Pengobatan yang paling lazim adalah dengan pembedahan dan jika perlu dilanjutkan dengan kemoterapi maupun radiasi.

1.1. Definisi 1.1.1. Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. (http://www.mediasehat.com/utama07.php) 1.1.2. Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh Word Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD) dengan kode nomor 17

.2. Patofisiologi 1.2.1. Transformasi Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi. 1.2.1.1. pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. bahkan gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan. 1.2.1.2. pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen). 1.2.2. Stadium Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian dokter saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh manakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat jauh Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau kanker dan tidak ada pada tumor jinak. Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen , USG, dan bila memungkinkan dengan CT Scan, scintigrafi dll. Banyak sekali cara untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak dianut saat ini adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistim TNM yang direkomendasikan oleh UICC(International Union Against Cancer dari WHO atau World Health Organization) / AJCC(American Joint Committee On cancer yang disponsori oleh American Cancer Society dan American College of Surgeons). 1.2.2.1. Pada sistim TNM dinilai tiga faktor utama yaitu "T" yaitu Tumor size atau ukuran tumor , "N" yaitu Node atau kelenjar getah bening regional dan "M" yaitu metastasis atau penyebaran jauh. Ketiga faktor T,N,M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi , juga sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA) . Pada kanker payudara, penilaian TNM sebagai berikut :

• T (Tumor size), ukuran tumor :

T 0 : tidak ditemukan tumor primer
T 1 : ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang
T 2 : ukuran tumor diameter antara 2-5 cm
T 3 : ukuran tumor diameter > 5 cm
T 4 : ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau dinding dada atau pada keduanya , dapat berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara kemerahan atau ada benjolan kecil di kulit di luar tumor utama
• N (Node), kelenjar getah bening regional (kgb) :

N 0 : tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak / aksilla
N 1 : ada metastasis ke kgb aksilla yang masih dapat digerakkan
N 2 : ada metastasis ke kgb aksilla yang sulit digerakkan
N 3 : ada metastasis ke kgb di atas tulang selangka (supraclavicula) atau pada kgb di mammary interna di dekat tulang sternum
• M (Metastasis) , penyebaran jauh :

M x : metastasis jauh belum dapat dinilai
M 0 : tidak terdapat metastasis jauh
M 1 : terdapat metastasis jauh
1.2.2.2. Setelah masing-masing faktot T,.N,M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian digabung dan didapatkan stadium kanker sebagai berikut :

Stadium 0 : T0 N0 M0
Stadium 1 : T1 N0 M0
Stadium II A : T0 N1 M0 / T1 N1 M0 / T2 N0 M0
Stadium II B : T2 N1 M0 / T3 N0 M0
Stadium III A : T0 N2 M0 / T1 N2 M0 / T2 N2 M0 / T3 N1 M0 / T2 N2 M0
Stadium III B : T4 N0 M0 / T4 N1 M0 / T4 N2 M0
Stadium III C : Tiap T N3 M0
Stadium IV : Tiap T-Tiap N -M1

1.3. Gejala Klinis Gejala klinis kanker payudara dapat berupa • benjolan pada payudara Umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu mula-mula kecil, makin lama makin besar, lalu melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau pada puting susu. • erosi atau eksema puting susu Kulit atau puting susu tadi menjadi tertarik ke dalam (retraksi), berwarna merah muda atau kecoklat-coklatan sampai menjadi oedema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk (peau d'orange), mengkerut, atau timbul borok (ulkus) pada payudara. Borok itu makin lama makin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah. • pendarahan pada puting susu. • Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul kalau tumor sudah besar, sudah timbul borok, atau kalau sudah ada metastase ke tulang-tulang. • Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak (edema) pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh (Handoyo, 1990). Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria operbilitas Heagensen sebagai berikut: • terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara); • adanya nodul satelit pada kulit payudara; • kanker payudara jenis mastitis karsinimatosa; • terdapat model parasternal; • terdapat nodul supraklavikula; • adanya edema lengan; • adanya metastase jauh; • serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain

1.4. Faktor Resiko Menurut Moningkey dan KodimPenyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya: 1.4.1. Faktor reproduksi Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25% kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis. 1.4.2. Penggunaan hormon Hormon eksogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang bermakna pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker ini sebelum menopause. 1.4.3. Penyakit fibrokistik Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga 5 kali. 1.4.4. Obesitas Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kekerapan kanker ini di negara-negara Barat dan bukan Barat serta perubahan kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini. 1.4.5. Konsumsi lemak Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Willet dkk., melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun. 1.4.6. Radiasi Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur. 1.4.7. Riwayat keluarga dan faktor genetik Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan ini pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen suseptibilitas kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun.

1.5. Pengobatan Kanker Ada beberapa pengobatan kanker payudara yang penerapannya banyak tergantung pada stadium klinik penyakit (Tjindarbumi, 1994), yaitu: 1.5.1. Mastektomi Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara. Ada 3 jenis mastektomi (Hirshaut & Pressman, 1992): 1.5.1.1. Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan di sekitar ketiak. 1.5.1.2. Total (Simple) Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja, tetapi bukan kelenjar di ketiak. 1.5.1.3. Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara. Biasanya disebut lumpectomy, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara. 1.5.2. Penyinaran/radiasi Yang dimaksud radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih tersisa di payudara setelah operasi (Denton, 1996). Efek pengobatan ini tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai akibat dari radiasi. 1.5.3. Kemoterapi Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di seluruh tubuh (Denton, 1996). Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.

1.6. Strategi Pencegahan Pada prinsipnya, strategi pencegahan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu pencegahan pada lingkungan, pada pejamu, dan milestone. Hampir setiap epidemiolog sepakat bahwa pencegahan yang paling efektif bagi kejadian penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Begitu pula pada kanker payudara, pencegahan yang dilakukan antara lain berupa: 1.6.1. Pencegahan primer Pencegahan primer pada kanker payudara merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang "sehat" melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada berbagai faktor risiko dan melaksanakan pola hidup sehat. 1.6.2. Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Setiap wanita yang normal dan memiliki siklus haid normal merupakan populasi at risk dari kanker payudara. Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Beberapa metode deteksi dini terus mengalami perkembangan. Skrining melalui mammografi diklaim memiliki akurasi 90% dari semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada wanita yang sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Karena itu, skrining dengan mammografi tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan antara lain: • Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan melakukan cancer risk assessement survey. • Pada wanita dengan faktor risiko mendapat rujukan untuk dilakukan mammografi setiap tahun. • Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap 2 tahun sampai mencapai usia 50 tahun. Foster dan Constanta menemukan bahwa kematian oleh kanker payudara lebih sedikit pada wanita yang melakukan pemeriksaan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) dibandingkan yang tidak. Walaupun sensitivitas SADARI untuk mendeteksi kanker payudara hanya 26%, bila dikombinasikan dengan mammografi maka sensitivitas mendeteksi secara dini menjadi 75%. 1.6.3. Pencegahan Tertier Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan dan memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan kemoterapi dengan sitostatika. Pada stadium tertentu, pengobatan diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari pengobatan alternatif.(Wikipedia-indonesia)


Read More......

Asma, Penyebab, Gejala, dan Pengobatan


Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara.

Penyebab
Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.

Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: - kontraksi otot polos - peningkatan pembentukan lendir - perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.

Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.

Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara.


Gejala
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.

Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.

Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala.

Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.

Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,

Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.


Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas.

Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan spirometri berulang. Spirometri juga digunakan untuk menilai beratnya penyumbatan saluran udara dan untuk memantau pengobatan.

Menentukan faktor pemicu asma seringkali tidak mudah. Tes kulit alergi bisa membantu menentukan alergen yang memicu timbulnya gejala asma. Jika diagnosisnya masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor pemicu terjadinya asma, maka bisa dilakukan bronchial challenge test.


Pengobatan
Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan.

Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.

Bronkodilator yang yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2-adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik.

Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.

Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat. Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat.

Jenis bronkodilator lainnya adalah theophylline. Theophylline biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting. Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah).

Jumlah theophylline di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang. Pada saat pertama kali mengkonsumsi theophylline, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat. Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.

Corticosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap corticosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.

Tetapi penggunaan tablet atau suntikan corticosteroid jangka panjang bisa menyebabkan:

gangguan proses penyembuhan luka
terhambatnya pertumbuhan anak-anak
hilangnya kalsium dari tulang
perdarahan lambung
katarak prematur
peningkatan kadar gula darah
penambahan berat badan
kelaparan
kelainan mental.
Tablet atau suntikan corticosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan asma yang berat. Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler corticosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya. Corticosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala asma.

Cromolin dan nedocromil diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan. Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.

Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik.

Pengubah leukotrien (contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton) merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma).(Wikepedia-Indonesia)


Read More......

Sabtu, 09 Februari 2008

Collagen Loss is a Key Factor in Aging

As skin ages, the dermis thins due to collagen loss, thus reducing its ability to retain elasticity (from elastin) and moisture (from hyaluronic acid). In addition, facial fat moves and resettles, changing the facial structure. While these changes are occurring in the dermis and subcutaneous layers of your skin as it ages, the epidermis changes color and texture. Over time, bone is reabsorbed, becoming thinner and more brittle. This causes your face to appear thinner and results in a weaker-looking jaw. Osteoporosis can compound these effects, as the bones thin faster.
Due to a combination of factors, skin texture and color also change. The skin becomes rougher and drier, and blemishes and discolorations appear. They appear first as light blemishes and changes in pigmentation. Later, raised spots of pigmentation may appear along with continued discoloration. Skin also increases in redness. Veins become lightly visible, becoming more visible with advanced aging. Collagen loss leads to loss of elasticity and moisture
The loss of collagen results in the loss of elastin and hyaluronic acid, as they need collagen to provide the structure for their retention. This reduces the moisture, suppleness, and elasticity of the skin, and causes thinning in the face, called volume loss.
The face also thins due to fat loss, as well as the movement of fat to other areas of the face. Skin appears looser and sags. The diminished elasticity of the skin reduces its ability to retain its shape and it does not conform as closely to the contours of the face. Gravity then pulls on both the skin and the underlying fat, and they move down your face. This results in sagging eyelids, bags under the eyes, and jowls.
There are two types of factors in facial aging, internal (or chronological) and external (or environmental):
Internal factors are those that happen to you over time, primarily caused by genetics and natural aging processes.
External factors are things in the world around you that have an impact on aging.
These two factors result in non-visible and visible effects on your face. Visible effects are those you can see with the naked eye. The speed at which these changes occur varies depending on the scope and extent of environmental factors and genetics.

Visible effects of aging are those that you see when you look in the mirror:
Wrinkles, lines and folds
Loss of elasticity and sagging skin
Skin texture and color changes
The visible effects follow a progression as you age, dependent upon genetics and external factors

Advancements in science and development of new treatments provide a greater breadth of options to counter the visible signs of aging. Non-invasive treatments are now available that can be administered in a visit to the doctor and result in no down time afterwards. The effectiveness of each treatment will vary and it is important to discuss your expectations with your doctor. To keep informed of new treatments.
Facial rejuvenation treatments can be classified in three categories:


Resurfacing, which changes the surface of the skin;
Injectables, which can fill lines, smooth wrinkles, and replace collagen, as well as "relax" overactive muscles; and
Surgery, which can lift sagging skin, remove excess fat, and fill hollows. (source:agingwithbeauty.com)

Read More......

Senin, 28 Januari 2008

"Mer d'Iroise Slimming Center",

Saya adalah seorang akuntan pada sebuah pabrik pengolahan kelapa sawit di Bandar Lampung. Sudah 8 tahun saya bekerja pada pabrik tersebut,dan suatu ketika saya memutuskan untuk memulai suatu bisnis.Semua berawal ketika saya mengetahui produk slimming dari Estebel yangsaya ketahui dari internet. Menurut saya produk ini sangat menarik danunik. Disitu dikatakan bahwa dengan sekali pemakaian saja lingkarpinggang seseorang bisa susut 7-11 cm, dan yang menarik lagi adalah produk ini tidak mengunakan obat-obatan yang harus dikonsumsi secararutin. Produk ini benar-benar alami dan tidak mengandung zat kimia.Setelah saya menggunakan produk slimming dari Estebel, ternyata itu semua terbukti. Pada pemakaian pertama, lingkat pinggang saya seketika susut sampai 8 cm! Dan susut beberapa cm lagi setelah pemakaian rutinberikutnya. Semenjak saat itu saya benar-benar jatuh cinta pada produk slimming dari Estebel ini.

Pengalaman pribadi saya itulah yang akhirnya memberikan saya ide untukmemulai suatu bisnis dengan menggunakan produk slimming dari Estebel,dan akhirnya saya memutuskan untuk membuka sebuah Slimming Center dikota tempat tinggal saya Bandar Lampung. Slimming center ini saya berinama "Mer d'Iroise Slimming Center", nama ini saya ambil dari salahsatu nama essential oil dari Lampe Berger. Beralamat di Jl. Turi RayaGg. Kelapa Puan No. 10 Bandar Lampung, dengan nomor telepon (0721)7354181. Rencananya akan mulai beroperasi pada pertengahan Februari2008.Saya sangat yakin dengan reputasi produk Slimming Series Estebel danatas bantuan partner-partner saya di SYN saya bisa mencapai kesuksesansaya. Terima kasih. (Rosi Pauline -Bandar Lampung)

Read More......